Susahnya jadi Pemburu Berita


Banyak orang beranggapan bahwa mencari berita merupakan suatu hal yang mudah untuk dilakukan, terlebih untuk anak sekolahan seperti saya. Tapi jelas saya sangat tidak menyetujui anggapan orang tersebut. Menjadi seorang pemburu berita seperti saya ternyata juga ada masa masa sulitnya. Namun, masa masa itulah yang membuat saya menjadi orang berani dan selalu bersemangat. Menjadi reporter bukan melulu akan menjadi profesi yang menyebalkan dan membosankan. Itu semua tergantung dengan bagaimana kita mengerjakannya. Jika kita mengerjakannya dengan sepenuh hati, niat yang baik untuk memberikan informasi kepada masyarakat, dan juga menjalin hubungan baik dengan orang lain, niscaya pekerjaan reporter akan menjadi profesi yang sangat menyenangkan.
Kita tentu sudah terbiasa melakukan percakapan dengan teman bukan ? Tapi bagaimna kalau dengan guru atau kepala sekolah ? mungkin kita akan sedikit menemukan kesulitan, namun kesulitan ini biasanya mudah teratasi kalau kita berani.
          Saya sangat menyukai dunia jurnalistik, inilah yang membuat saya terus mengasah kemampuan demi menunjang hobi saya yang satu ini. Masa masa sulitpun rasanya akan menyenangkan bila sudah tumbuh rasa suka. Saya akan membagikan sedikit pengalaman saya selama menjadi seorang ”Pemburu berita” .
          Awal awalnya sih emang terlihat asik dan menyenangkan, begitulah kesan pertama saya setelah mewawancarai seseorang yang kebetulan teman saya. Saya tidak perlu mengatur waktu pertemuan, disaat saya bertemu dengan teman saya tersebut, saya langsung menghampirinya dan mulai mengeluarkan pertanyaan demi pertanyaan. Bahasa yang kami gunakan pun juga tidak terlalu formal, cukup dengan bahasa sehari-hari tetapi tetap ramah dan sopan, tak lupa di sela-sela perbincangan diselangi dengan canda tawa. Proses wawancarapun jadi terlihat menyenangkan, hal inilah yang saya sukai.
          Namun, beda lagi dengan guru. Terkadang, sulit mendapatkan narasumber untuk diwawancara, karena guru biasanya sedikit sibuk, jadi mesti pandai pandai mengatur waktu dan jadwal pertemuan dengan guru tersebut. Begitu juga dengan kepala sekolah, mungkin mesti bersabar untuk bisa betemu dengan orang no 1 di sekolah ini.        Setidaknya, sebelum mewawancarai narasumber, saya biasanya menyiapkan beberapa pertanyaan inti dan pertanyaan cadangan. Nah, kalau pembicaraan sudah mulai terlihat asik, saya akan mengeluarkan pertanyaan cadangannya. Saya juga harus siap dengan pertanyaan-pertanyaan dari narasumber,kemudian harus bisa membangkan jiwa kritis pada saat wawancara. Jangan hanya mengangguk dan mudah berkata iya terhadap semua jawaban narasumber. Lagi-lagi saya harus benar-benar konsentrasi penuh terhadap narasumber. Sehingga kita saya dapat memberikan tanggapan yang tepat pada saat itu juga.
Proses ini merupakan proses terpenting di dalam kerja seorang pemburu berita. Antara data primer dan data sekunder sama pentingnya, namun di dalam proses ini data primer harus didahulukan. Hal tersebut karena terkadang data sekunder dari sumber terpercaya pun bisa saja direkayasa oleh pihak tertentu. Berbeda dengan data primer, saat kita bertemu face to face dengan narasumber terkait, akan terasa atmosfer berbeda dan disinilah sifat kritis reporter diperlukan di dalam menginvestigasi narasumber.
Proses penulisan artikel/berita merupakan tahap akhir di dalam kerja reporter. Setelah isu ditanggapi, dicari tahu kebenarannya, dan diolah datanya tiba saatnya reporter mengembangkannya ke dalam bentuk tulisan. Inti dari proses ini adalah berjiwa kritis. Namun pada saat penulisan kita harus memberikan info sebenar-benarnya. Reporter harus mengeluarkan pemikiran kritisnya, namun tetap cerdas, mematuhi etika, dan tidak membabi buta dalam mengemukakan fakta informasi. (Ona XII IS 1)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penerimaan Tamu Ambalan ( PTA ) Gerakan Pramuka SMANSA Tahun 2012

RAISSA (Remaja Islam SMANSA)

Pemilihan Menjelis Perwakilan Kelas (MPK)